Segala puji bagi Allah. Serta shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga, dan para sahabatnya.
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
“Tunjukanlah kami jalan yang lurus. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah : 6-7)
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Enam hari setelah Natal 25 Desember, tibalah tahun baru Masehi tanggal 1 Januari. Umat Kristiani biasa menggabungkan ucapan Selamat Natal dan Tahun Baru. Tak sedikit umat Islam yang latah terjebak promosi kekafiran dengan mengucapkan Selamat Natal dan Tahun Baru Masehi. Setiap momentum Natal dan Tahun Baru tidak luput dari pencampuradukan antara al-haq dan kebatilan, propaganda kepada kekufuran, kesesatan, permisivisme dan ateisme serta pemunculan sesuatu kemungkaran yang bertentangan dengan syariat. Di antara hal itu adalah propaganda kepada penyatuan agama-agama (pluralisme), penyamaan Islam dengan aliran-aliran dan sekte-sekte sesat lainnya, penyucian terhadap salib dan penampakan syiar-syiar kekufuran yang dilakukan oleh orang-orang Kristen dan Yahudi.
Banyak yang beranggapan bahwa perayaan tahun baru adalah urusan duniawi yang tidak ada kaitannya dengan akidah. Padahal secara historis, perayaan tahun baru Masehi tidak bisa dipisahkan dari tradisi dan ritual penyembahan dewa Janus dalam agama paganisme (agama kafir penyembah berhala) :
“The Roman ruler Julius Caesar established January 1 as New Year’s Day in 46 BC. The Romans dedicated this day to Janus , the god of gates, doors, and beginnings. The month of January was named after Janus, who had two faces - one looking forward and the other looking backward” (The World Book Encyclopedia, 1984, volume 14 hlm. 237).
“Penguasa Romawi Julius Caesar menetapkan 1 Januari sebagai hari permulaan tahun baru semenjak abad ke-46 SM. Orang Romawi mempersembahkan hari ini (1 Januari) kepada Janus, dewa segala gerbang, pintu-pintu, dan permulaan (waktu). Bulan Januari diambil dari nama Janus sendiri, yaitu dewa yang memiliki dua wajah, satu wajahnya menghadap ke (masa) depan dan satunya lagi menghadap ke (masa) lalu.
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
“Tunjukanlah kami jalan yang lurus. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah : 6-7)
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Enam hari setelah Natal 25 Desember, tibalah tahun baru Masehi tanggal 1 Januari. Umat Kristiani biasa menggabungkan ucapan Selamat Natal dan Tahun Baru. Tak sedikit umat Islam yang latah terjebak promosi kekafiran dengan mengucapkan Selamat Natal dan Tahun Baru Masehi. Setiap momentum Natal dan Tahun Baru tidak luput dari pencampuradukan antara al-haq dan kebatilan, propaganda kepada kekufuran, kesesatan, permisivisme dan ateisme serta pemunculan sesuatu kemungkaran yang bertentangan dengan syariat. Di antara hal itu adalah propaganda kepada penyatuan agama-agama (pluralisme), penyamaan Islam dengan aliran-aliran dan sekte-sekte sesat lainnya, penyucian terhadap salib dan penampakan syiar-syiar kekufuran yang dilakukan oleh orang-orang Kristen dan Yahudi.
Banyak yang beranggapan bahwa perayaan tahun baru adalah urusan duniawi yang tidak ada kaitannya dengan akidah. Padahal secara historis, perayaan tahun baru Masehi tidak bisa dipisahkan dari tradisi dan ritual penyembahan dewa Janus dalam agama paganisme (agama kafir penyembah berhala) :
“The Roman ruler Julius Caesar established January 1 as New Year’s Day in 46 BC. The Romans dedicated this day to Janus , the god of gates, doors, and beginnings. The month of January was named after Janus, who had two faces - one looking forward and the other looking backward” (The World Book Encyclopedia, 1984, volume 14 hlm. 237).
“Penguasa Romawi Julius Caesar menetapkan 1 Januari sebagai hari permulaan tahun baru semenjak abad ke-46 SM. Orang Romawi mempersembahkan hari ini (1 Januari) kepada Janus, dewa segala gerbang, pintu-pintu, dan permulaan (waktu). Bulan Januari diambil dari nama Janus sendiri, yaitu dewa yang memiliki dua wajah, satu wajahnya menghadap ke (masa) depan dan satunya lagi menghadap ke (masa) lalu.
Dalam alam mitologi Romawi, dewa Janus adalah sesembahan kaum Pagan Romawi. Bulan Januari (bulannya dewa Janus) ditetapkan setelah Desember karena Desember adalah pusat Winter Soltice, yaitu hari-hari di mana kaum pagan penyembah Matahari merayakan ritual mereka saat musim dingin. Pertengahan Winter Soltice jatuh pada tanggal 25 Desember, dan inilah salah satu dari banyaknya pengaruh Pagan pada tradisi Kristen.
Kaum Pagan pandai menyusupkan budaya mereka ke dalam budaya agama lain. Ini terbukti dengan tradisi mereka bertahun baru yang sudah populer diikuti di berbagai belahan dunia. Misalnya, tradisi kaum Pagan merayakan tahun baru mereka (atau Hari Janus) dengan mengitari api unggun, menyalakan kembang api, bernyanyi bersama, memukul lonceng dan meniup terompet. Ke dalam agama Kristen, tradisi pagan ini diadopsi dengan menjadikan hari Dewa Janus tanggal 1 Januari menjadi Tahun Baru Masehi, sehingga munculah pemisahan masa sebelum Yesus lahir (Sebelum Masehi/SM) dan sesudah Yesus lahir (Tahun Masehi/M).
Di Persia yang beragama Majusi (penyembah api), tanggal 1 Januari juga dijadikan sebagai hari raya yang dikenal dengan hari Nairuz atau Nurus. Dalam perayaan itu, mereka menyalakan api dan mengagungkannya, kemudian orang-orang berkumpul di jalan-jalan, halaman dan pantai, bercampur baur antara lelaki dan wanita, saling mengguyur sesama mereka dengan air dan minuman keras (khamr). Mereka berteriak-teriak dan menari-nari sepanjang malam. Semuanya dirayakan dengan kefasikan dan kerusakan. Astagfirullah..
Sahabat Abdullah bin ’Amr RA memperingatkan dalam Sunan Al-Baihaqi IX/234 :
”Barangsiapa yang membangun negeri orang-orang kafir, meramaikan peringatan hari raya Nairuz (tahun baru) dan karnaval mereka serta menyerupai mereka sampai meninggal dunia dalam keadaan demikian. Ia akan dibangkitkan bersama mereka di hari kiamat”.
وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّذِينَ تَفَرَّقُواْ وَاخْتَلَفُواْ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْبَيِّنَاتُ
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka.” (QS. Ali Imran : 105)
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاء الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS. Al-Jatsiyah : 18)
وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءهُم بَعْدَ مَا جَاءكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللّهِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ وَاقٍ
“Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah.” (QS. Al-Ra’du : 37)
<Dikutip dari : voa-islam.com dan berbagai sumber>
Di Persia yang beragama Majusi (penyembah api), tanggal 1 Januari juga dijadikan sebagai hari raya yang dikenal dengan hari Nairuz atau Nurus. Dalam perayaan itu, mereka menyalakan api dan mengagungkannya, kemudian orang-orang berkumpul di jalan-jalan, halaman dan pantai, bercampur baur antara lelaki dan wanita, saling mengguyur sesama mereka dengan air dan minuman keras (khamr). Mereka berteriak-teriak dan menari-nari sepanjang malam. Semuanya dirayakan dengan kefasikan dan kerusakan. Astagfirullah..
Sahabat Abdullah bin ’Amr RA memperingatkan dalam Sunan Al-Baihaqi IX/234 :
”Barangsiapa yang membangun negeri orang-orang kafir, meramaikan peringatan hari raya Nairuz (tahun baru) dan karnaval mereka serta menyerupai mereka sampai meninggal dunia dalam keadaan demikian. Ia akan dibangkitkan bersama mereka di hari kiamat”.
وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّذِينَ تَفَرَّقُواْ وَاخْتَلَفُواْ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْبَيِّنَاتُ
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka.” (QS. Ali Imran : 105)
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاء الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS. Al-Jatsiyah : 18)
وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءهُم بَعْدَ مَا جَاءكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللّهِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ وَاقٍ
“Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah.” (QS. Al-Ra’du : 37)
<Dikutip dari : voa-islam.com dan berbagai sumber>